Kamis, 25 Februari 2010

Kajian Teoritis Aliran Ekspresionalisme

Pendahuluan

Puisi sebagai salah satu jenis sastra merupakan pernyataan sastra yang paling inti. Segala unsur seni kesastraan mengental dalam puisi. Oleh karena itu, puisi dari dahulu hingga sekarang merupakan pernyataan seni sastra yang paling baku. Membaca puisi merupakan sebuah kenikmatan seni sastra yang khusus, bahkan merupakan puncak kenikmatan seni sastra. Sehingga dari dahulu hingga sekarang puisi selalu diciptakan orang dan selalu dibaca, dideklamasikan untuk lebih merasakan kenikmatan seninga dan nilai kejiwaanya yang tinggi. Dari dulu hinggga sekarang karya sastra puisi digemari oleh semua aspek masyarakat. Karena kemajuan masyarakat dari waktu kewaktu selalu meningkat, maka corak, sifat, dan bentuk puisi selalu berubah, mengikuti perkembangan selera, konsep estetika yang selalu berubah dan kemajuan intelektual yang selalu meningkat. Karena itu, pada waktu sekarang wujud puisi semakin kompleks dan semakin terasa sehingga lebih menyukarkan pemahamnya. Begitu juga halnya corak dan wujud puisi Indonesia modern. Lebih-lebih hal ini disebabkan oleh hakekat puisi yang merupakan inti pernyataan yang padat itu.

Kajian Teoritis

Aliran Ekspresionalisme

Dalam puisi Indonesia, Chairil Anwar merupakan salah tokoh yang karya-karyanya masuk dalam aliran ekspresionalisme. Dalam aliran tidak mengungkapakan kenyataan secara objektif, namun secara subjektif. Yang di ekspresikan adalah gelora kalbunya, kehendak batinya. Puisinya benar-benar ekspresi jiwa, creatio, bukan mimiesis. Namun demikian kadang-kadang penyair realis juga bersikap ekspresionalisme, yakni jika ekspresi jiwanya itu tidak berlebih-lebihan, tetapi apa adanya. Ekspresi jiwa yang berlebihan cenderung bersifat emosional adalah cirri-ciri kaum romantisme.

Sajak ekspresionalisme tidak mengambarkan alam atau kenyataan, juga bukan penggambarann kesan terhadap alam atau kenyataan, tetapi cetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging, seperti sajak “aku” karya Chairil Anwar di bawah ini.

Aku

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ’kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar perlu menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

(DCD, 1959:7)

Pada puisi di atas merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun lagi.

Uraian di atas merupakan yang dikemukakan dalam puisi ini semuanya adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada pembahasan puisi “aku”.

Pembahasan

Aliran ekspresionalisme pada “aku”

karya Chairi Anwar

Aku

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ’kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar perlu menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

(DCD, 1959:7)

Bahasan yang akan saya uraikan tentang puisi aku ini akan lebih mengedepankan pada ekspresionalisme jiwa Khairil Anwar yang merupakan daya ekspresinya. Kalau si aku meninggal, ia menginginkan jangan ada seorang pun yang bersedih “merayu”, bahkan kekasih atau istrinya. Tidak perlu juga ada “sedu sedan” yang meratapi kematian si aku sebeb tidak ada gunannya. Si aku ini adalah binatang jalang yang lepas bebas, yang terbuang dari kelompoknya , ia merdeka tidak mau terikat oleh aturan-aturan yang mengikat, bahkan meskipun ia di tembak, terhadap aturan-aturan yang mengikat tersebut. Segala rasa sakit dan penderitaan akan ditanggungkan, ditahan, diatasinya, hingga rasa sakit dan penderitaan itu pada akhirnya akan hilang sendiri

Si aku makin akan tidak peduli pada segala aturan dan ikatan, halangan, serta penderitaan. Si aku “ingin hidup seribu tahun lagi”, makksudnya secara kiassan, si aku menginginkan semangatnya, pikirannya, karya-karyanya akan hidup selama-lamanya.

Secara struktural dengan melihat hubungan antara unsur-unsur dan keseluruhannya, juga berdasarkan kiasan-kiasan yang terdapat didalamnya, maka dapat ditafsirkan bahwa dalam sajak ini dikemukankan ide kepribadian bahwa orang itu harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. “Ku mau tak seorang kan merayu”. Orang lain hendaknya jangan campur tangan akan nasibnya, baik dalam suka maupun duka, maka “tak perlu seduh sedan itu”. Semua masalah pribadi itu urusan sendiri. Dikemukakan secara ekstrim bahwa si aku itu seorang yang sebebas-bebasnya (sebagai binatang jalang), tak mau di batasi oleh aturan-aturan yang mengikat. Dengan penuh semangat si aku akan mengahadapi segala rintangan “tebusan peluru”, “bisa dan luka” dengan kebebasnya yang makin mutlak itu. Makin banyak rintangan makin tak memperdulikannya sebab hanya dengan demikian, ia akan dapat berkarya yang bermutu sehingga pikirannya dan semangatnya itu dapat hidup selama-lamanya, jauh melebihi umur manusia. “aku ingin hidup seribu tahun lagi”, berdasarkan dasar konteks itu harus ditafsirkan sebagai kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah semangatnya bukan fisik.

Dalam sajak ini kemantapan pikiran dan semangat selain ditandai dengan pemilihan kata yang menunjukan ketegasan seperti “ku mau, tak perlu sedu sedan itu, aku tetap meradang, aku akan tetap meradang, aku lebih tak peduli, dan aku mau hidup seribu tahun lagi”. Pernyataan diri sebagai binatang jalang adalah kejujuran yang besar, berani melihat diri sendiri dari segi buruknya. Efeknya membuat orang tidak sombong terhadap kehebatan ini sendiri sebab selain orang lain orang mempunyai kehebatan juga ada cacatnya, ada segi jelek dalam dirinya.

Si aku ini adalah manusia yang terasing, keterasingannya ini memang disengaja oleh dirinya sendiri sebagai pertanggung jawaban pribadi “ku mau tak seorang ‘kan merayu , tidak juga kau”. Hal ini karena si kau adalah manusia bebas yang tak mau terikat kepada orang lain “aku ini binatang jalang/ Dari kumpulannya terbuang”. Dan si aku ini menentukan “nasibnya” sendiri, tak terikat oleh kekuasaan lain “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Pengakuan dirinya sebagai binatang jalang dan penentuan nasib sendiri “aku mau hidup seribu tahun lagi” adalah merupakan sikap revolusioner terhadap paham dan sikap pandangan para penyair yang mendahuluinya.

Dalam sajak ini intensitas pernyataan dinyatakan dengan sarana retorika yang berupa hiperbola, dikombinasi dengan ulangan, serta diperkuat oleh ulangan bunyi vokal a dan u ulangan bunyi lain serta persajakan akhir seperti telah dibicarakan di atas.

Hiperbola tersebut :

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar perlu menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

………

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

Gaya tersebut disertai ulangan i-i yang lebih menambah intensitas :

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

Dengan demikian jelas hiperbola tersebut penonjolan pribadi tampa makin nyata disana ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya.

Sajak ini menimbulkan banyak tafsir, yang bersifat ambiguitas hal ini disebabkan ketaklangsungan ucapan dengan cara bermacam-macam. Semuanya itu untuk menarik perhatian, untuk menimbulkan pemikiran, dan untuk memproyeksikan prinsip ekuivalensi dari proeses pemilihan ke poros kombinasi. “kalau samapai waktuku” dapat berarti “kalau aku mati”, “tak perlu sedu sedan “ “berarti tak ada gunannya kesedihan itu”. Tidak juga kau” dapat berarti “tidak juga engkau anaku, istriku, atau kekasihku”.

Semua itu menurut konteksnya. Jadi ambiguitas arti ini memperkaya arti sajak itu. Ambiguitas arti itu juga disebabkan oleh pengantian arti, yaitu dalam sajak ini banyak dipergunakan bahasa kiasan, disini banyak dipergunakan metafora, baik metafora penuh mauapun implicit. Metafora penuh seperti “aku ini binatang jalang “. Maksudnya, si aku itu sepeerti binatang jalang yang bebas lepas tidak terikat oleh ikatan apapun. Metafora implicit seperti “peluru, luka dan bisa, pedih peri”. “peluru” untuk mengkiaskan serangan, siksaan, halangan, ataupun rintangan. Meskipun si aku terhembus peluru, mendapat siksaan, mendapat siksaan, rintangan, serangan, ataupun halangan-halangan, ia tetap akan meradang, menerjang: melawan dengan keras, berbuat nekat demi kebenarannya. “luka dan bisa” untuk mengkiaskan penderitaan yang didapat yang menimpa. “pedih peri” kengkiaskan kesakitan, kesedihan atau penderitaan akibat tembusan peluru di kulit si aku (halangan, rintangan, serangan, ataupun siksaan).

Dengan kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan sakitnya. Di samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat yang nyala-nyala untuk merasakan hidup yang sebanyak-banyaknya digunakan kiasan “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Jadi, di sini kelihatan gambaran bahwa si aku penuh vetalitas mau mereguk hidup ini selama-lamanya.

Penyimpangan arti dan penggantian arti itu menyebabkan sajak “aku” ini dapat tafsirkan bermacam-macam sesuai dengan saran kata-kata dan kalimatnya. Hal ini menyebabkan sajak ini selalu “baru” setiap dibaca dengan tafsiran-tafsiran baru yang memperkaya arti sajak ini, yang ditimbulkan oleh kemampuan struktur sajak ini yang menjadi dinamis oleh ambiguitasnya.

Kesimpulan

Dari ulasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap seniman atau sastrawan dalam

membuat suatu karyanya dapat menggunakan berbagai macam caranya. Salah satu caranya

dengan mengekspresikan karyanya sebagai gundahan, gejolak, pengalaman, bayang-bayang

yang sebagai media penyaluran karyanya untuk dapat dinikmati oleh umum.

Kiasan-kiasan yang dilontarkan oleh Chair Anwar dalam puisinya menunjukan bahwa di dalam dirinya mencoba memetaforakan akan bahasa yang digunakan yang bertujuan mencetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging, seperti sajak “aku”. Dengan kiasan-kiasan itu gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan sakitnya. Di samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat yang nyala-nyala untuk merasakan hidup yang sebanyak-banyaknya digunakan kiasan “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Jadi, di sini kelihatan gambaran bahwa si aku penuh vetalitas mau mereguk hidup ini selama-lamanya. Jadi berdasarkan dasar konteks itu harus ditafsirkan bahwa Chairil Anwar dalam puisi “aku” dapat didefinisaikan sebagai bentuk pemetaforaan bahasa atau kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah semangatnya bukan fisik.

Daftar pustaka

v Djoko Pradopo Rakhmat, Pengkajian Puisi, Yogyakarta, Gajah Mada University Prees, 1987.

v Anwar Chairil, Aku Binatang Jalang, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.

v J. Waluyo Herman, Teori dan Apresiasi Puisi.Erlangga Jakarta, 1991

Makalah Penumpukan Sampah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tiada pernah terputus rahmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam teruntuk baginda Nabi dan Rasul kita Muhammad SAW kepada keluarganya, para sahabat, dan sampailah pada kita sebagai pengikutnya.

Alhamdulillah berkat bantuan dari semua pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Penumpukan Sampah” ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi (PLSBT) yang dibimbing oleh Dra. Hj. Siti Komariah, M.Si.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Dengan demikian, penyusun mangharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca guna menambah pembendaharaan ilmu pengetahuan. Semoga dengan amal dan usaha kita untuk menggali ilmu pengetahuan di ridhoi dan dimudahkan oleh Allah SWT.

Bandung, April 2008

Penyusun


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sampah merupakan bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, industri, dll. Jumlah timbulannya meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan meningkatnya kegiatan dan jumlah penduduk perkotaan. Dengan jumlah timbulan yang besar dan tanpa penanganan yang baik, sampah kota akan menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan yang sangat berat.

Selama ini para pemangku kepentingan yang peduli terhadap masalah persampahan berjalan sendiri-sendiri, sementara itu tingkat kesadaran masyarakat masih rendah. Sehingga dibutuhkan koordinasi dan integrasi yang lebih strategis dari berbagai pihak pemangku kepentingan untuk saling berkoordinasi dan membangun kekuatan bersama yang lebih besar karena itu dibutuhkan suatu jaringan yang dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan kepentingan dari berbagai pihak sehingga setiap pihak mampu mempunyai wadah untuk dapat berkontribusi dan saling bersinergi untuk mempercepat pencapaian tujuan bersama.

Pertumbuhan penduduk diakui atau tidak, telah menimbulkan akibat bertambahnya pola konsumsi masyarakat yang akhirnya menyebabkan bertambahnya volume sampah. Bertambahnya volume bukan hanya pada jumlah, tetapi juga pada jenis sampah yang semakin beragam. Kondisi ini diperparah dengan pola hidup masyarakat yang instan dan paradigma masyarakat yang masih menganggap sampah sebagai sesuatu yang harus dibuang dan disingkirkan.

Di sisi lain, pengelolaan sampah hanya dilakukan sebagai sesuatu yang bersifat rutin, yaitu hanya dengan cara memindahkan, membuang, dan memusnahkan sampah. Pada akhirnya, hal ini berdampak pada semakin langkanya tempat untuk membuang sampah dan produksi sampah yang semakin banyak mencapai ribuan m3/hari, menyebabkan merebaknya TPA/TPS ilegal di berbagai tempat baik lahan kosong maupun di sungai – sungai.

1.2 Permasalahan

Permasalahan Sampah kota sudah saatnya memerlukan pengelolaan sampah secara terpadu, mengingat berbagai permasalahan yang muncul seperti :

  • Terjadinya penurunan kualitas lingkungan (pencemaran sumber air, tanah dan udara) dan penurunan tingkat kesehatan masyarakat).
  • Berbagai petaka Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seperti longsornya TPA, kebakaran TPA dan pencemaran sumur penduduk sekitar TPA.
  • Sulitnya mencari lahan TPA yang baru dan adanya resistensi masyarakat terhadap keberadaan TPA.
  • Pengelolaan sampah belum menjadi prioritas pembangunan disamping kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah masih belum optimal.

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

Makalah ini disusun dengan tujuan agar kita semua mengetahui dan memahami manfaat serta permasalahan yang melanda perkotaan tentang sampah. Diharapkan melalui makalah ini, para pembaca dapat menambah wawasan dalam bidang lingkungan hidup khususnya mengenai masalah Sampah di kota.

Berdasarkan tujuan penulisan makalah di atas dapat diketahui manfaat dari makalah ini, antara lain:

  1. Dapat memberi wawasan bagi para mahasiswa khususnya, dan seluruh masyarakat pada umumnya, bahwa masalah sampah di kota merupakan salah satu masalah yang memerlukan penanganan khusus dari semua pihak terutama masyarakat yang ada di kota
  2. Melalui makalah ini, diharapkan timbul kesadaran pada masyarakat luas tentang sampah.

1.4 Metode Penulisan Makalah

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode studi kepustakaan, penyusun mengambil sumber dan referensi dari buku-buku teks tentang sampah serta pencarian data-data yang mendukung dari internet.

1.5 Sistematika Makalah

Sistematika pembahasan bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum tentang uraian yang disajikan, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami pokok-pokok permasalahan serta isi yang terkandung dalam karya tulis ini. Adapun sistematika yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan makalah, metode penulisan makalah, sistematika makalah.

BAB II berisikan landasan teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang dikaji serta berisi analisis penyusun tentang berbagai permasalahan yang menyangkut tema yang dikaji.

BAB III merupakan analisis pemecahan masalah yang didasarkan pada data atau informasi serta telaah pustaka.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hakikat Sampah

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia dalam proses-proses alam tidak ada sampah yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

2.2 Jenis-Jenis Sampah

a. Berdasarkan sumbernya

§ Sampah alam

§ Sampah konsumsi

§ Sampah nuklir

§ Sampah industri

§ Sampah pertambangan

b. Berdasarkan sifatnya

§ Sampah organik - dapat diurai (degradable)

§ Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

§ Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

§ Sampah konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Sampah Anorganik/kering

Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dan lain-lain yang tidak dapat mengalami pembususkan secara alami.

2. Sampah Organak/basah

Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dan lain-lain yang dapat mengalami pembusukan secara alami.

3. Sampah Berbahaya

contoh : Baterei, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dan lain-lain.

2.3 Sumber-sumber sampah

1. Rumah Tangga

2. Pertanian

3. Perkantoran

4. Perusahaan

5. Rumah Sakit

6. Pasar dan lain-lain.

Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan akan dapat mengakibatkan :

1. Tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus

2. Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara

3. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan.

Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut :

a. Penumpukan

Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit dana badan-badan air.

b. Pengkomposan

Cara pengkomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi.

c. Pembakaran

Metode ini dapat dilakukan hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus diusahakan jauh dari pemukiman untuk menghindari pencemaran asap, bau dan kebakaran.

d. “Sanitary Landfill”

Metode ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas. Metoda pengolahan sampah, menggunakan sistem “Sanitary Landfill”, tumpukan sampah dilapisi dengan timbunan tanah, serta terdapat kolam pengolahan “leachate” pipa pengendali gas buang, sistem drainase dan lapisan kedap air.

e. Daur ulang

Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan , pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai.

Material yang dapat didaur ulang :

1. Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, creamer dan lain-lain baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.

2. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecualai kertas yang berlapis minyak.

3. Aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dan lain-lain.

4. Besi bekas rangka meja, besi rangka beton dan lain-lain.

5. Plastik bekas wadah shampoo, air mineral, jerigen, ember dan lain-lain

6. Sampah basah dapat diolah menjadi kompos.

Solusi penanggulangan masalah sampah dengan Penerapan Teknologi Pengolahan Sampah:

1. Composting: yaitu sampah organik diolah menjadi kompos atau pupuk. Tersedia beberapa teknik percepatan proses degradasi/penguraian sampah organik.
Teknologi ini diterapkan hanya untuk sampah organik, sehingga disyaratkan adanya pemilahan sampah.

2. Insinerasi (pembakaran sampah di dalam Incinerator) dalam konteks pembakaran sampah kota (atau biasa disebut sampah domestik), tidak dipersyaratkan pemilahan terlebih dahulu.
Tujuan insinerasi adalah: mengurangi volume sampah dengan cepat dan drastis.

3. Daur Ulang (Recycling)
Prinsipnya adalah menjadikan sampah anorganik sebagai bahan baku yang akan diolah menjadi barang baru kembali seperti melebur logam, plastik, kaca dan lain-lain atau menjadikan sampah kertas menjadi bubur kertas (‘pulp’).
Jelas terlihat bahwa harus dilakukan seleksi dan pemilahan sampah terlebih dahulu sesuai dengan jenis bahan masing-masing. Disinilah peran para pemulung memilah sampah yang memiliki nilai ekonomis, meskipun peran ini hanya mampu mengurangi 10 % saja dari total volume sampah domestik.

Pemanfaatan Sampah:

1. Sampah basah : kompos dan makanan ternak.

2. Sampah kering : dipakai kembali dan daur ulang.

3. Sampah kertas : daur ulang.

Manfaat pengelolaan sampah:

1. Menghemat sumber daya alam.

2. Mengehemat Energi.

3. Menguranagi uang belanja.

4. Menghemat lahan TPA.

5. Lingkungan asri (bersih,sehat,nyaman).


BAB III

PEMECAHAN MASALAH

Pendekatan dan metode pemecahan masalah yang digunakan dalam makalah ini yaitu dengan menggunakan metode krosdisipliner (crossdisplinary approach). Pendekatan krosdisipliner ialah pendekatan yang mengunakan dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda dari dua atau lebih rumpun didiplin ilmu yang berbeda pula.

Permasalahan sampah harus dilaksanakan secara terpadu. Sistem pengelolaan sampah terpadu dinilai tepat dan dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan sampah kota. penanganan sampah dari segi teknologi tidak akan tuntas hanya dengan menerapkan satu metode saja tetapi harus dengan kombinasi dari berbagai metode yang kemudian dikenal sebagai Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu.

Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut setidaknya mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang & guna ulang, pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir (landfilling). Pengurangan sumber sampah untuk industri berarti perlunya teknologi proses yang nirlimbah serta packing produk yang ringkas/ minim serta ramah lingkungan. Teknologi pengolahan sampah kota secara terpadu menekankan pada pemecahan masalah sampah perkotaan dengan melihat sampah sebagai sumberdaya.

Secara teoritis apabila program daur ulang sampah dengan sistem terpadu dapat dilakukan, maka sampah yang tersisa hanya tinggal 15 – 20% saja, sehingga akan mengurangi ritasi transportasi sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan umur TPA akan semakin panjang.

Berbagai teknologi yang dapat diterapkan dalam berbagai pendekatan pengelolaan sampah di atas menunjukkan bahwa masalah persampahan tetaplah mengandung dimensi Iptek. Dengan penerapan teknologi secara terpadu akan berkembang pula satu model pengelolaan sampah dalam bentuk industri kecil daur ulang yang dilakukan oleh masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pelayanan kebersihan.

Namun juga disadari penanganan masalah sampah tidak akan sanggup diselesaikan oleh pendekatan teknologi saja, sebab pengelolaan sampah hakekatnya adalah aktivitas ke-sistem-an, bukan aktivitas individual. Teknologi hanyalah pendukung satu sub sistem saja yakni aspek teknis operasional. Kesuksesan sistem tersebut akan sangat bergantung dari subsistem-subsistem lainnya seperti aspek hukum, institusi, dan peran serta masyarakat.

Aspek hukum merupakan aspek pertama dari sistem pengelolaan sampah. Tak ada kebijakan secara nasional mengenai ini. Ini berakibat juga pada tak menentunya peraturan daerah dalam menentukan pijakan hukumnya. Pemerintah setempat sesegera mungkin membuat peraturan hukum berupa Undang-Undang (UU) mengenai Persampahan. Selanjutnya tinggal ditambahkan Peraturan Pemerintah (PP), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) atau Petunjuk Teknis (Juknis) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten atau kota yang menjabarkan berbagai ketentuan yang belum dirinci di dalam UU tersebut.

Aspek institusi, permasalahan sampah menjadi berlarut-larut lantaran tidak adanya Badan Khusus yang menangani masalah ini secara nasional. Badan khusus ini yang nantinya akan menyusun grand strategy kebijakan dan mempersiapkan implementasi program pengelolaan sampah nasional. Adanya badan khusus ini juga yang nantinya akan mengurus integrasi dan koordinasi antara pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya pemerintah, swasta dan pihak informal seperti kaum pemulung

Strategi lain yang dianggap bisa menyelesaikan masalah ini oleh banyak pihak hanyalah strategi mengubah sampah menjadi energi. Masalah sampah ini sebenarnya bisa menjadi keuntungan bila kita mengerti bagaimana mengolahnya. Seperti menjadikannya energi untuk clean development mechanism (CDM). Memanfaatkan metana yang keluar dari sampah menjadi energi yang lebih diterima lingkungan, karena mengurangi reduksi CO2 di atmosfer bumi, strategi itu salah satu cara yang tepat untuk dijadikan solusi masalah ini. Reduksi pengolahan emisi metana dari TPA untuk energi ini bisa didapatkan dengan tiga cara. Yaitu melalui pemanenan metana secara konvensional dan langsung dibakar hingga menjadi sumber energi. Langkah yang lain adalah pengkonversian material sampah organik menjadi bahan bakar dan langkah yang terakhir adalah pengkonversian sampah menjadi kompos.
Teknik ini bisa memasok energi listrik yang kini menjadi momok bagi pemerintah. Ini terhitung ideal, karena menurut catatan jumlah seluruh sampah yang ada di Indonesia mencapai 11.330 ton per hari. Apabila jumlah berton-ton sampah itu bisa dijadikan energi listrik melalui sistem biomass, maka bisa menghasilkan sekitar 566,6 megawatt energi listrik. Itu setara dengan lima persen kebutuhan energi listrik nasional.

Pada akhirnya aspek peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan. Dalam strategi jangka panjang peran aktif masyarakat menjadi tumpuan bagi suksesnya pengelolaan sampah kota, dan dalam program jangka panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri sampahnya melalui program penerapan prinsip 4R: mengganti (“replace”), mengurangi (“reduce’), memakai kembali (“re-use”), mendaur ulang (“recycle”), merupakan paradigma yang terbukti mampu menangani permasalahan sampah secara mandiri.

BAB IV

SIMPULAN

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.

Permasalahan yang muncul dengan adanya sampah seperti :

  • Terjadinya penurunan kualitas lingkungan (pencemaran sumber air, tanah dan udara) dan penurunan tingkat kesehatan masyarakat.
  • Berbagai petaka Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seperti longsornya TPA, kebakaran TPA dan pencemaran sumur penduduk sekitar TPA.
  • Sulitnya mencari lahan TPA yang baru dan adanya resistensi masyarakat terhadap keberadaan TPA.
  • Pengelolaan sampah belum menjadi prioritas pembangunan disamping kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah masih belum optimal.

Pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana diantaranya, penumpukan, pengkomposan, pembakaran, dan daur ulang.

Pada akhirnya aspek peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan. Dalam strategi jangka panjang peran aktif masyarakat menjadi tumpuan bagi suksesnya pengelolaan sampah kota, dan dalam program jangka panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri sampahnya melalui program penerapan prinsip 4R mengganti (“replace”), mengurangi (“reduce’), memakai kembali (“re-use”), mendaur ulang (“recycle”).